Minggu, 22 Mei 2011

AKU MENUNGGUMU....


Kisah Nyata. ..!!! 

“Afwan (maaf) Ukhti[1], semoga ini tidak melukai Anti [2] dan keluarga Anti . Ana [3] pikir sudah saatnya Ana memberi keputusan tentang “proses” kita. Ya…, seperti yang Anti ketahui bahwa selama ini Ana telah berusaha melobi orang tua dengan beragam cara mulai dari memahamkan konsep nikah “versi” kita, memperkenalkan Anti pada mereka hingga melibatkan orang yang paling ayah percaya untuk membujuk ayah agar mengizinkan Ana untuk menikahi Anti . “Namun hingga sekarang nggak ada tanda-tanda mereka akan melunak,  jadi menurut Ana…, sebaiknya Ana mundur saja dari “proses” ini!” Dana diam sejenak untuk menunggu respon dari seberang, tapi hingga beberapa detik tidak ada tanggapan. “Perlu Anti ketahui bahwa orang tua Ana sebenarnya sudah tidak keberatan dengan Anti hanya saja Timing-mya (waktu) belum tepat. Ayah Ana khawatir Ana tidak mampu menafkahi Anti jika belum bekerja. Apalagi Anti juga masih kuliah. Jadi Ana rasa, ahsan (lebih baik) kita nggak komitmen dulu hingga keadaannya membaik! Anti nggak keberatan kan Ukhti?”.


“Keberatan…? Alhamdulillah nggak! Namun kalau Ana boleh kasih saran, apa tidak lebih baik kalau kita terus melobi sambil tetap proses saja. Soalnya kan kita sudah mantap satu sama lain, nggak enak kalau mundur di saat seperti ini. Apalagi permasalahannya sudah mulai mengerucut ke arah ma’isyah (penghasilan) saja. “Anta [4] pasti masih ingat gimana sulitnya awal kita membujuk orang tua, rasanya semua kriteria kita ditolak. Segala keterbatasan kita jadi aib yang sangat besar, pokoknya semua jalan sepertinya sudah tertutup rapat. Namun kenyataannya hanya dalam waktu 2 minggu kita bisa menghilangkan semua syarat menjadi satu syarat saja: PEKERJAAN!” Dini, gadis tegar itu akhirnya bicara juga. “Akhi [5]…,kita hanya tinggal selangkah, tetaplah ber-ikhtiar dan jangan putus asa. Bukankah Allah Maha membolak-balikkan hati?”
“Benar, Ana paham soal itu, Ana memang akan tetap melobi orang tua Ana, akan tetapi kalau kita terikat, Ana khawatir menghalangi Anti proses dengan ikhwan lain yang lebih selevel dibanding Ana. Lagi pula Ana khawatir tidak bisa menjaga hati”.
“Takut menghalagi Ana untuk proses dengan ikhwan lain? Itu kan urusan Allah bukan urusan Anta! Kewajiban Anta sekarang adalah berjuang mempertahankan sesuatu yang Anta sudah mantap dengannya. Hasil istikharah itu nggak mungkin salah. Tinggal bagaimana cara kita mengaplikasikannya saja.” Hening sejenak………..…….. “Ya….tapi kalau memang Akhi sudah merasa syak (ragu) terhadap Ana dan mantap untuk mundur, Alhamdulillah. InsyaAllah Ana akan dukung sepenuhnya”.

“Nggak!!” Reflek Dana berteriak. “Astaghfirullahaladzim, Afwan (maaf) maksud Ana, Ana sama dengan keluarga Ana sudah tidak syak pada Anti , kami sangat menyukai Anti dan keluarga Anti . Selain itu Ana juga takut perasaan ini semakin mendalam, Ana ini hanya hamba yang dhaif (lemah) yang masih kesulitan mengekang hawa nafsu”. Dana berhenti lagi, dadanya terasa sesak, air matanya mengalir semakin deras. Jauh di dalam hatinya, sesungguhnya ia merasa malu pada Allah atas kelalaiannya, jatuh cinta !!!

“Halo…!!” Dini merasa Dana diam terlalu lama. Dia tidak tahu kalau pemuda itu sedang menangis. Tapi dia mengerti apa yang sedang terjadi padanya. “Ya udah…, kalau begitu sekarang kita sepakat untuk membatalkan “proses” ini!!! Setelah ini insyaallah kita tidak akan lagi berhubungan kecuali untuk keperluan syar’i yang sangat darurat, iya kan?” Dini sengaja memberi jeda agar Dana bicara, tapi ikhwan itu memilih terus diam “Akhi …kita tetap baik ya!!! Hubungan dengan keluarga harus tetap dijaga, jangan su’udzon pada ayah dan bunda karena bisa jadi keputusan mereka adalah salah satu dari jalan Allah untuk menguji kita”. Dini berhenti lagi tapi Dana masih enggan berkomentar. “Laa Tahzan, ya Akhi …, insyaallah kalau kita niatkan semuanya demi keridhaan Allah, maka Dia akan mencatat bagi kita pahala yang besar. Afwan jika selama proses ta’aruf ini…Ana, teman-teman, dan keluarga Ana banyak melakukan kekhilafan. Ana mewakili mereka dan diri Ana sendiri untuk memohon maaf pada Anta. Bersabarlah karena sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar…” Samar, Dini mendengar isak tangis di seberang. Dia nyaris tidak percaya… “Semoga ini bisa menjadi mahar cinta kita pada Allah dan semoga Akhi mendapat ganti yang lebih baik…’ Amin.” Suara isak tangis makin terdengar jelas. “Akhi …kalau sudah nggak ada yang perlu dibicarakan lagi, tafadhal (silahkan) diakhiri!” Tidak ada tanggapan. “Halo…!!?. Ya udah, kalau gitu biar Ana yang tutup telponnya, ya…?” Sepi…  “Assalamualaikum!” “Klik”.


Percakapan diantara mereka berakhir, tapi Dana baru menyadarinya. Dia segera bergegas wudhu dan shalat. Jujur, sebenarnya dia sudah sangat mantap dengan mantan calon istrinya itu…Namun dia tidak yakin dapat membahagiakan akhwat itu kalau dirinya belum bisa menafkahi dengan layak. Padahal Dini dan keluarganya tidak mempermasalahkan hal itu. Mereka sangat wellcome padanya. Ah…,mungkin ini sudah takdirnya. Mungkin Allah melihat bahwa akhwat itu terlalu baik utnuk dirinya. Mungkin seharusnya akhwat sekaliber dia, mendapatkan ikhwan yang jauh lebih baik dari dirinya. Dia benar-benar merasa tidak level!! “Ya…, ikhwan lemah sepertiku, mana mungkin mendapatkan seorang Dini. Populer tapi tetap rendah hati, tegar, bijaksana, wara’, zuhud, qanita, qanaah…Pokoknya semua sifat baik ada padanya. Sedangkan aku, semoga aku nggak akan menyakiti akhwat lain setelah ini.”
Astaghfirullahaladzim…, apa yang telah kusombongkan selama ini? Sudah ikut mulazamah (berguru dengan ustadz) bertahun-tahun tapi masih belum berani mengamalkan ilmu yang kudapat sedikit pun. Katanya percaya bahwa orang yang menikah pasti akan dijamin rezekinya oleh Allah, ternyata aku nggak lebih hanya seorang ikhwan pengecut. Dana tak henti-hentinya menyalahkan dirinya sendiri. Dia benar-benar merasa tak berarti. “Dulu…., aku pernah begitu khusyu’ berdoa pada Allah agar dipertemukan dengan akhwat shalihah yang nggak banyak permintaan seperti dia. Sekarang ketika sudah dapat, malah kusia-siakan. Kini aku sadar bahwa Allah selalu mengabulkan permohonan hamba-Nya. Manusialah yang selalu kufur terhadap rabb-nya.”

Di tempat yang berbeda,……

Dini menjalani hari-harinya dengan penuh semangat. Dia tetap ceria seperti biasanya. Ya…, seperti tidak pernah terjadi apa-apa. Kecewa? Jelas ada, karena dini juga hanya manusia biasa. Namun dia bisa mengemas kekecewaannya dengan manis, membuat kesedihannya menjadi sesuatu yang lumrah dari proses kehidupan. Dia percaya bahwa hatinya tidak mungkin berbohong dan janji Allah pasti terjadi. Maka sesulit apapun kondisi yang dihadapi saat itu, dia mencoba untuk tetap tersenyum. Jujur, aku bangga padanya. “Aku sudah mantap dengannya, kak. Aku yakin dialah jodohku. Aku akan terus menunggunya…”

Sepekan kemudian,,..

 Dana menitipkan biodata ikhwan lain yang merupakan teman dekatnya untuk diberikan pada Dini. Menurutnya, Ikhwan itu bisa membahagiakan Dini karena sudah matang dan punya pekerjaan tetap. Jelas, Aku Tahu bahwa pendapatnya keliru. Dini bukan mengharap ikhwan yang matang dan mapan. Dia hanya mengikuti kata hatinya saja. Diniku tidak akan bahagia hanya dengan harta dan tahta. Namun, tak urung diterima juga biodata itu. Dan bisa ditebak, bagaimana reaksi Dini saat kuberikan empat lembar kertas berukuran A4 itu. Dini menggelang pasti. “Anti coba istikharah-kan dulu. Barangkali semuanya bisa berubah…,” bujukku. “Jazakumullah khair, tapi… Afwan tolong jangan paksa Ana, Kak!” Ikhwan fillah, mungkin sebagian Anda akan menganggap Dana sebagaimana penilaian Dana terhadap dirinya sendiri. Pengecut, jahil, dan sifat-sifat buruk yang lainnya. Tapi bagi saya, Dana tidaklah seburuk itu, justru sebaliknya, Dana dalam pandangan saya adalah ikhwan yang baik. Dia berani mengambil resiko dengan mundur dari proses dan memilih untuk bersabar melawan nafsunya. Padahal kalau dia mau, dengan sikap Dini yang penurut, dia bisa minta untuk tetap meneruskan hubungan dengan gadis pilihannya itu. Namun dia tahu bahwa di atas segalanya, Allah-lah yang patut utnuk lebih dicintai. Dana yakin bahwa jodoh adalah kekuasaan Allah dan Dia tetah menetapkannya 50 ribu tahun sebelum semesta ada. Dia tahu kalau jodoh pasti akan ketemu lagi, bagaimanapun caranya. Mungkin Dini tidak akan pernah tahu kalau biodata yang kusodorkan kemarin adalah kiriman Dana. Mungkin Dana juga tidak akan pernah tahu kalau ternyata Dini akan terus menunggunya. Dan mereka juga tidak boleh tahu bahwa diam-diam aku selalu mendoakan kebaikan untuk mereka. Entah bagaimana ending kisah ini nantinya, yang pasti aku selalu berharap agar masing-masing dari mereka mendapatkan ganti yang lebih baik. Segera…..


Foot Note:
[1] Saudariku
[2] Kamu (Perempuan)
[3] Aku [4] Kamu (Laki-laki)
[5] Saudaraku
Kisah Nyata Majalah Nikah Volume 4/11/2005

Sabtu, 21 Mei 2011

Janji Allah Bagi Seorang Muslim yang Akan Menikah


Ketika seorang muslim baik pria atau wanita akan menikah, biasanya akan timbul perasaan yang bermacam-macam. Ada rasa gundah, resah, risau, bimbang, termasuk juga tidak sabar menunggu datangnya sang pendamping, dll. Bahkan ketika dalam proses taaruf sekalipun masih ada juga perasaan keraguan.

Berikut ini adalah sepenggal tulisan yang saya kutip dari sebuah forum dan perlu kita renungkan...

Inilah kabar gembira berupa janji Allah SWT bagi orang yang akan menikah. Bergembiralah wahai saudaraku...

1. "Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula),dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula)". (An Nuur : 26)

Bila ingin mendapatkan jodoh yang baik, maka perbaikilah diri. Hiduplah sesuai ajaran Islam dan Sunnah Nabi-Nya. Jadilah laki-laki yang sholeh, jadilah wanita yang sholehah. Semoga Allah SWT memberikan hanya yang baik buat kita. Amin.

2. "Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu dan orang-orang yang layak (nikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin Allah SWT akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah SWT Maha Luas (Pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui". (An Nuur: 32)

Sebagian para pemuda ada yang merasa bingung dan bimbang ketika akan menikah. Salah satu sebabnya adalah karena belum punya pekerjaan. Dan anehnya ketika para pemuda telah mempunyai pekerjaan pun tetap ada perasaan bimbang juga. Sebagian mereka tetap ragu dengan besaran rupiah yang mereka dapatkan dari gajinya. Dalam pikiran mereka terbesit, "apa cukup untuk berkeluarga dengan gaji sekian?".

Ayat tersebut merupakan jawaban buat mereka yang ragu untuk melangkah ke jenjang pernikahan karena alasan ekonomi. Yang perlu ditekankan kepada para pemuda dalam masalah ini adalah kesanggupan untuk memberi nafkah, dan terus bekerja mencari nafkah memenuhi kebutuhan keluarga. Bukan besaran rupiah yang sekarang mereka dapatkan. Nantinya Allah akan menolong mereka yang menikah. Allah SWT Maha Adil, bila tanggung jawab para pemuda bertambah - dengan kewajiban menafkahi istri-istri dan anak-anaknya - maka Allah akan memberikan rejeki yang lebih. Tidakkah kita lihat kenyataan di masyarakat, banyak mereka yang semula miskin tidak punya apa-apa ketika menikah, kemudian Allah SWT memberinya rejeki yang berlimpah dan mencukupkan kebutuhannya?

3. "Ada tiga golongan manusia yang berhak Allah tolong mereka, yaitu seorang mujahid fi sabilillah, seorang hamba yang menebus dirinya supaya merdeka dan seorang yang menikah karena ingin memelihara kehormatannya". (HR. Ahmad 2: 251, Nasaiy, Tirmidzi, Ibnu Majah hadits no. 2518, dan Hakim 2: 160)

Bagi siapa saja yang menikah dengan niat menjaga kesucian dirinya, maka berhak mendapatkan pertolongan dari Allah berdasarkan penegasan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits ini. Dan pertolongan Allah itu pasti datang.

4. "Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir". (Ar Ruum : 21)

5. "Dan Tuhanmu berfirman : ‘Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina' ". (Al Mu'min : 60)
Ini juga janji Allah ‘Azza wa Jalla, bila kita berdoa kepada Allah SWT niscaya akan diperkenankan-Nya. Termasuk di dalamnya ketika kita berdoa memohon diberikan pendamping hidup yang agamanya baik, cantik, penurut, dst.

Dalam berdoa perhatikan adab dan sebab terkabulnya doa. Diantaranya adalah ikhlas, bersungguh-sungguh, merendahkan diri, menghadap kiblat, mengangkat kedua tangan, dll.

Perhatikan juga waktu-waktu yang mustajab dalam berdoa. Diantaranya adalah berdoa pada waktu sepertiga malam yang terakhir dimana Allah ‘Azza wa Jalla turun ke langit dunia, pada waktu antara adzan dan iqamah, pada waktu turun hujan, dll.

Perhatikan juga penghalang terkabulnya doa. Diantaranya adalah makan dan minum dari yang haram, juga makan, minum dan berpakaian dari usaha yang haram, melakukan apa yang diharamkan Allah, dll.

Manfaat lain dari berdoa berarti kita meyakini keberadaan Allah SWT, mengakui bahwa Allah SWT itu tempat meminta, mengakui bahwa Allah Maha Kaya, mengakui bahwa Allah SWT Maha Mendengar, dst.

Sebagian orang ketika jodohnya tidak kunjung datang maka mereka pergi ke dukun-dukun berharap agar jodohnya lancar. Sebagian orang ada juga yang menggunakan guna-guna. Cara-cara seperti ini jelas dilarang oleh Islam. Perhatikan hadits-hadits berikut yang merupakan peringatan keras dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

"Barang siapa yang mendatangi peramal / dukun, lalu ia menanyakan sesuatu kepadanya, maka tidak diterima shalatnya selama empat puluh malam". (Hadits shahih riwayat Muslim (7/37) dan Ahmad).

Telah bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, "Maka janganlah kamu mendatangi dukun-dukun itu." (Shahih riwayat Muslim juz 7 hal. 35).

Telah bersabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, "Sesungguhnya jampi-jampi (mantera) dan jimat-jimat dan guna-guna (pelet) itu adalah (hukumnya) syirik." (Hadits shahih riwayat Abu Dawud (no. 3883), Ibnu Majah (no. 3530), Ahmad dan Hakim).
 



6. "Mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat". (Al Baqarah : 153)

Mintalah tolong kepada Allah dengan sabar dan shalat. Tentunya agar datang pertolongan Allah, maka kita juga harus bersabar sesuai dengan Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Juga harus shalat sesuai Sunnahnya dan terbebas dari bid'ah-bid'ah.

7. "Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan". (Alam Nasyrah : 5 - 6)

Ini juga janji Allah. Mungkin terasa bagi kita jodoh yang dinanti tidak kunjung datang. Segalanya terasa sulit. Tetapi kita harus tetap berbaik sangka kepada Allah dan yakinlah bahwa sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Allah sendiri yang menegaskan dua kali dalam Surat Alam Nasyrah.

8. "Hai orang-orang yang beriman jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia
akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu". (Muhammad : 7)


Agar Allah Tabaraka wa Ta'ala menolong kita, maka kita tolong agama Allah. Baik dengan berinfak di jalan-Nya, membantu penyebaran dakwah Islam dengan penyebaran buletin atau buku-buku Islam, membantu penyelenggaraan pengajian, dll. Dengan itu semoga Allah menolong kita.

9. "Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa". (Al Hajj : 40)
10. "Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah SWT itu amat dekat". (Al Baqarah : 214)

Itulah janji Allah SWT. Dan Allah SWT tidak akan menyalahi janjinya. Kalaupun Allah tidak / belum mengabulkan doa kita, tentu ada hikmah dan kasih sayang Allah yang lebih besar buat kita. Kita harus berbaik sangka kepada Allah SWT . Inilah keyakinan yang harus ada pada setiap muslim.

Akibat jika Iblis Membentangkan Sajadah



Siang menjelang dzuhur. Salah satu Iblis ada di Masjid. Kebetulan hari itu Jum'at, saat berkumpulnya orang. Iblis sudah ada dalam Masjid. Ia tampak begitu khusyuk. Orangmulai berdatangan. Iblis menjelma menjadi ratusan bentuk & masuk dari segala penjuru, lewat jendela, pintu, ventilasi, atau masuk lewat lubang pembuangan air.

Pada setiap orang, Iblis juga masuk lewat telinga, ke dalam syaraf mata, ke dalam urat nadi, lalu menggerakkan denyut jantung setiap para jamaah yang hadir. Iblis juga menempel di setiap sajadah. “ Hai, Blis! “ , panggil Kiai, ketika baru masuk ke Masjid itu. Iblis merasa terusik : “ Kau kerjakan saja tugasmu, Kiai. Tidak perlu kau larang-larang saya. Ini hak saya untuk menganggu setiap orang dalam Masjid ini! “ , jawab Iblis ketus.

“ Ini rumah Tuhan, Blis! Tempat yang suci, Kalau kau mau ganggu, kau bisa diluar nanti! “ , Kiai mencoba mengusir.
“ Kiai, hari ini, adalah hari uji coba sistem baru “ . Kiai tercenung.
“ Saya sedang menerapkan cara baru, untuk menjerat kaummu “ .
“ Dengan apa? “
“ Dengan sajadah! “
“ Apa yang bisa kau lakukan dengan sajadah, Blis? “
“ Pertama, saya akan masuk ke setiap pemilik saham industri sajadah. Mereka akan saya jebak dengan mimpi untung besar. Sehingga, mereka akan tega memeras buruh untuk bekerja dengan upah di bawah UMR, demi keuntungan besar! “
“ Ah, itu kan memang cara lama yang sering kau pakai. Tidak ada yang baru,Blis? “
“ Bukan itu saja Kiai... “
“ Lalu? “
“ Saya juga akan masuk pada setiap desainer sajadah. Saya akan menumbuhkan gagasan, agar para desainer itu membuat sajadah yang lebar-lebar “
“ Untuk apa? “
“ Supaya, saya lebih berpeluang untuk menanamkan rasa egois di setiap kaum yang Kau pimpin, Kiai! Selain itu, Saya akan lebih leluasa, masuk dalam barisan sholat. Dengan sajadah yang lebar maka barisan shaf akan renggang. Dan saya ada dalam kerenganggan itu. Di situ Saya bisa ikut membentangkan sajadah “ .

Dialog Iblis dan Kiai sesaat terputus. Dua orang datang, dan keduanya membentangkan sajadah. Keduanya berdampingan. Salah satunya, memiliki sajadah yang lebar. Sementara, satu lagi, sajadahnya lebih kecil.

Orang yang punya sajadah lebar seenaknya saja membentangkan sajadahnya, tanpa melihat kanan-kirinya. Sementara, orang yang punya sajadah lebih kecil, tidak enak hati jika harus mendesak jamaah lain yang sudah lebih dulu datang. Tanpa berpikir panjang, pemilik sajadah kecil membentangkan saja sajadahnya, sehingga sebagian sajadah yang lebar tertutupi sepertiganya.

Keduanya masih melakukan sholat sunnah.

“ Nah, lihat itu Kiai! “ , Iblis memulai dialog lagi.
“ Yang mana? “
“ Ada dua orang yang sedang sholat sunnah itu. Mereka punya sajadah yang berbeda ukuran. Lihat sekarang, aku akan masuk diantara mereka “ .

Iblis lenyap. Ia sudah masuk ke dalam barisan shaf.

Kiai hanya memperhatikan kedua orang yang sedang melakukan sholat sunah. Kiai akan melihat kebenaran rencana yang dikatakan Iblis sebelumnya. Pemilik sajadah lebar, rukuk. Kemudian sujud. Tetapi, sembari bangun dari sujud, ia membuka sajadahya yang tertumpuk, lalu meletakkan sajadahnya di atas sajadah yang kecil. Hingga sajadah yang kecil kembali berada di bawahnya. Ia kemudian berdiri. Sementara, pemilik sajadah yang lebih kecil, melakukan hal serupa. Ia juga membuka sajadahnya, karena sajadahnya ditumpuk oleh sajadah yang lebar. Itu berjalan sampai akhir sholat.

Bahkan, pada saat sholat wajib juga, kejadian-kejadian itu beberapa kali terihat di beberapa masjid. Orang lebih memilih menjadi di atas, ketimbang menerima di bawah. Di atas sajadah, orang sudah berebut kekuasaan atas lainnya. Siapa yang memiliki sajadah lebar, maka, ia akan meletakkan sajadahnya diatas sajadah yang kecil. Sajadah sudah dijadikan Iblis sebagai pembedaan kelas.

Pemilik sajadah lebar, diindentikan sebagai para pemilik kekayaan, yang setiap saat harus lebih di atas dari pada yang lain. Dan pemilik sajadah kecil, adalah kelas bawah yang setiap saat akan selalu menjadi sub-ordinat dari orang yang berkuasa.

Di atas sajadah, Iblis telah mengajari orang supaya selalu menguasai orang lain. “ Astaghfirullahal adziiiim “ , ujar sang Kiai pelan.

sumber: milis motivasi islami

SEBUAH CINTA ABADI YANG PERNAH ADA DI BUMI

Sebuah kisah Cinta Sejati, Kisah nyata yg pernah terjadi di Bumi ini…  

Sekian ratus tahun yang lalu…
Di malam yang sunyi, di dalam rumah sederhana yang tidak seberapa luasnya… seorang istri tengah menunggu kepulangan suaminya. Tak biasanya sang suami pulang larut malam. Sang istri bingung…. hari sudah larut dan ia sudah sangat kelelahan dan mengantuk. Namun, tak terlintas sedikitpun dalam benaknya untuk segera tidur dan terlelap di tempat tidur suaminya. Dengan setia ia ingin tetap menunggu… namun, rasa ngantuk semakin menjadi-jadi dan Sang suami tercinta belum juga datang.
Tak berapa lama kemudian….
seorang laki-laki yang sangat berwibawa lagi luhur budinya tiba di rumahnya yang sederhana.
Laki-laki ini adalah suami dari sang istri tersebut.
Malam ini beliau pulang lebih lambat dari biasanya, kelelahan dan penat sangat terasa.
Namun, ketika akan mengetuk pintu… terpikir olehnya Sang istri yang tengah terlelap tidur…. ah, sungguh ia tak ingin membangunkannya.
Tanpa pikir panjang, ia tak jadi mengetuk pintu dan seketika itu juga menggelar sorbannya di depan pintu dan berbaring diatasnya.
Dengan kelembutan hati yang tak ingin membangunkan istri terkasihnya, Sang suami lebih memilih tidur di luar rumah..
di depan pintu…
dengan udara malam yang dingin melilit…
hanya beralaskan selembar sorban tipis.
Penat dan lelah beraktifitas seharian, dingin malam yang menggigit tulang ia hadapi..
karena tak ingin membangunkan istri tercinta. Subhanallah…


Dan ternyata, di dalam rumah..
persis dibalik pintu tempat sang suami menggelar sorban dan berbaring diatasnya..
Sang istri masih menunggu, hingga terlelap dan bersandar sang istri di balik pintu.
Tak terlintas sedikitpun dalam pikirinnya tuk berbaring di tempat tidur, sementara suaminya belum juga pulang.
Namun, karena khawatir rasa kantuknya tak tertahan dan tidak mendengar ketukan pintu Sang suami ketika pulang, ia memutuskan tuk menunggu Sang suami di depan pintu dari dalam rumahnya.

malam itu… tanpa saling mengetahui, sepasang suami istri tersebut tertidur berdampingan di kedua sisi pintu rumah mereka yang sederhana… karena kasih dan rasa hormat terhadap pasangan.. Sang Istri rela mengorbankan diri terlelap di pintu demi kesetiaan serta hormat pada Sang suami dan Sang suami mengorbankan diri tidur di pintu demi rasa kasih dan kelembutan pada Sang istri.

dan Nan jauh di langit….
ratusan ribu malaikat pun bertasbih….
menyaksikan kedua sejoli tersebut…

SUBHANALLAH WABIHAMDIH

betapa suci dan mulia rasa cinta kasih yang mereka bina
terlukis indah dalam ukiran akhlak yang begitu mempesona…
saling mengasihi, saling mencintai, saling menyayangi dan saling menghormati…

Tahukah Anda… siapa mereka..?

Sang suami adalah Muhammad bin Abdullah, Rasulullah SAW dan Sang istri adalah Sayyidatuna Aisyah RA binti Abu Bakar As-Sidiq.
Merekalah sepasang kekasih teladan, suami istri dambaan, dan merekalah pemimpin para manusia, laki-laki dan perempuan di dunia dan akhirat.

Semoga rahmat ALLAH senantiasa tercurah bagi keduanya, dan mengumpulkan jiwa kita bersama Rasulullah SAW dan Sayyidatuna Aisyah RA dalam surgaNYA kelak.
dan Semoga ALLAH SWT memberi kita taufiq dan hidayah tuk bisa meneladani kedua manusia mulia tersebut.
Amiin…amiin ya rabbal’alamiin….


Jumat, 20 Mei 2011

Salahkah ku Merindu ???...


Ya Rabb...
Begitu panjang jalan hidup yang kulalui...
Satu demi satu ujian ku hadapi...
Satu demi satu luka ku obati...
Satu demi satu cinta datang slih berganti..
Rindu menyayat hati..
Namun...
Ku ikhlas ya Rabb,,,
Hadapi semua ini demi ridha-Mu...
Demi mendapatkan cinta-Mu...
Kini...
Cinta itu kembali hadir di hati...
Salahkah ku merindu ya Rabb???
Salahkah ku mengharap setetes cinta dari-Mu??
Jika salah,,,
Tegurlah aku dengan kelembutan cinta-Mu...
Agar ku tak rapuh...
Dan kembali terjatuh...
Tapi...
Jika kerinduan ini adalah karunia dari-MU...
Hadiah dari tiap liku hidup yang tlah kujalani...
Maka...
Ijinkanku meraih cinta ini di jalan-Mu...
Jangan biarkan ia pergi...
Dan menyisakan tangis...
Dalam kesetiaan penantianku...
Yang mengharap cinta kekasih yang mencinta-Mu...
Di jalan-Mu...

Kamis, 19 Mei 2011

Ketika Ku Langkahkan Kakiku Keluar Untuk Bekerja

 وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ وَءَاتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ“
Dan hendaklah kamu tetap(tinggal) dirumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahilyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya (Al-Ahzab :33)
Wahai ukhti muslimah,…Wanita dalam pingitan menunjukkan kemuliaan dan kesucian. Terdapat dalam sejarah dari dulu hingga kemudian. Dalam pingitan malu menjadi hiasan. Wajarlah bila ia menjadi primadona dan dambaan. Bukankah Allah ciptakan bidadari surga dalam pingitan?
Tetapi mengapa wanita sekarang berlomba-lomba meninggalkan rumahnya,menukar tempat yang mulia dengan kehinaan?Bukankah telah Allah perintahkan dalam Al-Qur’an tinggallah dalam rumah-rumah kalian wahai wanita yang beriman?tidakkah kau lihat sekarang terjadi berbagai kerusakan dari banyaknya wanita yang berbaur dengan laki-laki dan berkeliaran?perselingkuhan dan perzinahan menjadi kemaksiatan yang tak lagi menakutkan, pada Allahlah kita meminta pertolongan…
Wahai ukhti muslimah,…banyak slogan bertaburan untuk menjadikan kalian wanita yang mengikuti perkembangan zaman walaupun harus mengorbankan agama dan kehormatan kalian, agar julukan kuno dan ketinggalan zaman tidak melekat pada diri kalian.
Hingga akhirnya wahai saudariku,…sebagian saudari kita merasa sesak dan sempit dadanya ketika harus tinggal dirumah. “Seperti burung dalam sangkar “, katanya. Betapa membosankannya! Merasa nyaman ketika di luar rumah bergaul begitu bebas tanpa batasan, keluar rumah tanpa kebutuhan. Hilanglah sudah rasa malu yang menjadi hiasan utama para wanita, tak merasa risih berbicara dengan lawan jenisnya tanpa ada kebutuhan yang penting atau mendesak bahkan tertawa dan bercanda? Bukankah Rasul  kita yang mulia bersabda : “Malu adalah sebagian dari iman?”1
Mereka beralasan “Tidaklah kami keluar melainkan karena kami harus bekerja membantu suami atau orangtua kami karena kebutuhan hidup yang semakin tinggi, bagaimana kami hidup jika kami tidak keluar bekerja?”
Wahai saudariku,…mencari nafkah adalah tanggungjawab suami  jika engkau telah bersuami,  ridhalah dengan pemberiannya. Syukurilah ia walau tak seberapa, keridhaanmu dan qana’ahmu (menerima apa adanya) justru akan membawa barakah pada harta suamimu. Bila engkau belum menikah maka ayahmulah yang bertanggungjawab atas biaya hidupmu. Bersyukurlah atas pemberian orangtuamu dan berbaktilah pada mereka agar doamu dikabulkanNya. Bukankah Uwais Al-qarni sangat berbakti pada ibunya yang membuat doanya dikabulkan Allah? hingga Nabi kita yang mulia menyuruh Umar Radiyallahu anhu bila berjumpa Uwais agar meminta doa darinya agar Allah mengampuni dosa Umar? Bukankah Umar radiyalahu anhu juga menawarkan dunia berupa surat rekomendasi kepada uwais yang waktu itu akan ke Kufah. Bila saja ia mau menggunakannya maka kehidupannya akan berubah. Dunia mendatangi Uwais dan tunduk padanya akan tetapi Uwais menolaknya dengan berkata, “Menjadi orang biasa dan tidak terkenal adalah lebih aku sukai.”2
Wahai saudariku fillah,… dalam hidup ini kita akan selalu dirisaukan dengan kelaparan, kefakiran dan ketakutan karena memang demikianlah Allah jelaskan dalam Al-Qur’an sebagai ujian bagi orang-orang yang beriman : 
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan, berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (Al-Baqarah:155)
Tidakkah kau lihat dalam sejarah wahai saudariku,…sebelum sahabat dan sahabiyah mengenal islam. Hidup dalam gelap gulita, kehinaan, permusuhan, pertumpahan darah, kesesatan bahkan kefakiran. Kemudian mereka menyerahkan diri mereka hanya taat pada perintahNya dan RasulNya tercinta. Keikhlasan dan mengikuti Sunnah Nabi mereka adalah pedoman hidup mereka. Jasad mereka berjalan di atas muka bumi tetapi hati-hati mereka tergantung di akhirat. Iman, takwa dan amal shaleh menjadi pakaian mereka. Maka kejayaan, kekayaan bahkan dunia menghampiri dan bertekuk lutut dihadapan mereka. Tidakkah mereka pada saat itu menguasai bumi dari timur hingga barat? Allahpun memenuhi janjiNya.                     
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa.” (An-Nuur: 55).

Wahai saudariku,…aku ulang sekali lagi, bukankah dunia menghampiri para sahabat yang mulia? Mereka tidak tertipu dan terbenam dalam gemerlapnya kehidupan dunia. Akan tetapi justru hidup zuhud adalah pilihan mereka. Mereka tetap memilih untuk khusyu’, tunduk dan berhina diri di hadapan Allah Azza wa jalla. 
Lalu arahkanlah pandanganmu sekali lagi pada Al-Qur’an,…akan engkau dapati kisah indah dan menakjubkan. Dua wanita putri  nabi yang mulia, sangat terpaksa harus membawa binatang ternaknya ke sumber air Madyan . Karena sang ayah telah lanjut usia hingga tugasnya tak mampu lagi beliau tunaikan. Rasa malu menghalangi mereka untuk berbaur (ikhtilath) dengan kaum lelaki jadilah mereka  menunggu dari kejauhan. Mereka rela sabar menunggu memberi  minum ternaknya setelah berlalunya rombongan. Inilah dia kisah yang akan membuat hatimu tertawan, Allah berfirman:
وَلَمَّا وَرَدَ مَاءَ مَدْيَنَ وَجَدَ عَلَيْهِ أُمَّةً مِنَ النَّاسِ يَسْقُونَ وَوَجَدَ مِنْ دُونِهِمُ امْرَأتَيْنِ تَذُودَانِ قَالَ مَا خَطْبُكُمَا قَالَتَا لَا نَسْقِي حَتَّى يُصْدِرَ الرِّعَاءُ وَأَبُونَا شَيْخٌ كَبِيرٌ
“Dan tatkala ia (Nabi Musa alaihis salam) sampai di sumber air negeri Madyan ia menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia menjumpai di belakang orang banyak itu, dua orang wanita yang sedang menghambat (ternaknya). Musa berkata: “Apakah maksudmu (dengan berbuat begitu)? ” Kedua wanita itu menjawab: “Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum pengembala-pengembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya”.(Al-Qashas:23).
 Maka Allahpun memberikan pertolongan pada kedua putri Nabi Syuaib alahis salam dengan hadirnya Nabi Musa alaihis salam yang memberi minum ternak mereka.

فَسَقَى لَهُمَا ثُمَّ تَوَلَّى إِلَى الظِّلِّ فَقَالَ رَبِّ إِنِّي لِمَا أَنْزَلْتَ إِلَيَّ مِنْ خَيْرٍ فَقِيرٌ
“Maka Musa memberi minum ternak itu untuk (menolong) keduanya, kemudian dia kembali ketempat yang teduh lalu berdo’a: “Ya Tuhanku sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku.” (Al-Qashas :24).
Wahai hamba Allah yang shalihah,…renungkanlah kisah mulia diatas. Rasa malu ternyata telah menjadi hiasan wanita di masa lampau. Walau bagaimanapun beratnya tantangan hidup, dua putri nabi mulia memilih menjauh dari  ramai sesaknya para pria. Bersabar menunggu hingga mereka pergi dan berlalu barulah mereka memberi minum ternaknya kemudian Allah pun memudahkan urusan dunia mereka dengan menghadirkan Musa alaihis salam agar menolong mereka berdua.
Diantara saudari kita ada yang berkata, “Kita tetap harus bekerja karena kita butuh pegangan, kita butuh harta agar anak-anak kita tidak terlantar bila ayahnya tiada, apalagi kita tidak tahu isi hati suami kita bagaimana kalau ia tergiur wanita lain lalu melupakan kewajibannya menafkahi keluarga?”
Wahai para istri,…tak ada satupun ulama melarang wanita bekerja dengan dua syarat kewajibanmu sebagai  istri engkau tunaikan dan jenis pekerjaan yang tidak melanggar syariat agama. Tinggal dirumah adalah lebih utama akan tetapi bila memang engkau harus keluar maka taatilah rambu-rambu agama. Keluar dengan menutup aurat secara sempurna yaitu dengan jilbab syar’i yang merupakan pakaian wanita bertakwa, hindari ikhtilath semampumu, menundukkan pandangan dan hiasan malumu janganlah engkau tanggalkan. Karena dengan malu itulah engkau menjadi terhormat dan dimuliakan.
Jika engkau berburuk sangka pada suamimu diluar ketika mencari nafkah,..hatimu tidak tenang dan was-was boleh jadi ia tergiur wanita lain. Tidakkah engkau sadar karena ini adalah akibat dari bergaul bebasnya wanita dengan laki-laki sehingga engkaupun terkena fitnah keraguan? Sebagai seorang muslimah yang beriman hendaklah menjauhi dari prasangka karena ini adalah dosa sebagaimana Rabb kita berfirman: 
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa” (Al-Hujuraat: 12)
Bagaimana bila suamiku tiada, tentu anak-anakku akan terlantar”, Wahai saudariku,… jangan biarkan setan mengelabuhimu. Menakut-nakutimu terhadap perkara ghaib. Kematian adalah perkara yang ghaib, hanya Allah saja yang tahu. Boleh jadi kitalah yang mendahului suami kita karena urusan ajal adalah rahasia Allah semata. Kita dilarang berbuat “rajman bilghaib” yaitu menerka-nerka sesuatu perkara yang ghaib yang dimana hanya Allah saja yang mengetahuinya.       
وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ                                                                       
 “Dan, tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati.Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Lukman : 34).
Bercerminlah wahai ukhti muslimah,…pada Ummu Salamah radiyallahu anha. Ketika suaminya tercinta ditakdirkan Allah sebagai syuhada. Beliau beristirja (mengucapkan innalillahi wa inna ilahi raajiun) kemudian bersabar dan bertawakal kepadaNya dengan berdoa:
“Ya, Allah berikanlah pahala karena musibah ini dan berikanlah kepadaku pengganti yang lebih baik”3.
Maka beliaupun bertanya pada dirinya sendiri, “Siapa gerangan yang lebih baik dari Abu Salamah?” Allahpun menjawab doanya ketika iddah beliau selesai,  Rasulullah shalallahu alaihi wassalam datang  melamarnya kemudian menikahinya dan beliau pula yang menanggung anak-anak Ummu Salamah. Ummu Salamah berkata:
 Allah telah mengganti untuk diriku yang lebih baik dari Abu Salamah radiyallahu anhu yaitu Rasulullah shalallahu alaihi wassalam.4.
Wahai ukhti muslimah semoga Allah memuliakanmu, setelah engkau membaca kisah Ummu Salamah Radiyallahu anha apalagi yang engkau ragukan?Apa lagi yang engkau  risaukan?Bukankah Ar-Rahman telah memberikan jaminan setelah Ia memberikan ujian dan cobaan pada hamba-hambaNya yang beriman?kebahagiaan di akhirat berupa surga yang penuh dengan kenikmatan dan keabadian. Di dunia bahkan Dia akan menggantinya dengan lebih baik dari yang sebelumnya hamba tersebut dapatkan. Buah dari kesabaran dan ketawakalan.
Tinggal di rumah adalah perintah dari Rabbmu Azza Wajalla, sangat utama ibadah dan berpahala. Kebaikan di dalamnya tersimpan melimpah ruah. Barakah dari atas langit senantiasa tercurah.
Duhai, para calon bidadari surga… segeralah kembali pada seruan Penciptamu,taatilah perintahNya maka keberuntungan akan menghampirimu, kebahagiaan dunia akan mendatangimu akhiratpun berbahagia menyambutmu.Wallahu a’lam bish-shawwab.
Artikel ini telah di muraja’ah (dibaca dan di cek ulang) dan di setujui oleh :
 Ustadz Khalid Syamhudi Lc dan Ustadz Muhammad Elvy Syam Lc.
Sumber Rujukan:
  1. Terjemah Shahih Bukhari,Asy-Syifa’, Semarang.
  2. Ringkasan Shahih Muslim,Pustaka Amani, Jakarta.
  3. Hiburan bagi Orang-orang Yang Tertimpa Musibah,Muhammad bin Muhammad Al-Manjabi Al-Hambali,Darul Haq,Jakarta.

Catatan kaki:
  1. HR.Muslim no.30 Bukhari no.9 []
  2. Lihat Hadits Riwayat Muslim no.1747 dan 1748 []
  3. HR.Muslim no.918 kitab janaiz []
  4. lihat kisah ini dalam Shahih Muslim dalam kitab al-Janaiz []

Minggu, 01 Mei 2011

Aku menangis untuk adikku

Aku dilahirkan di sebuah dusun pegunungan yang sangat
terpencil. Hari demi hari, orang tuaku membajak tanah kering kuning,
dan punggung mereka menghadap ke langit. Aku mempunyai seorang adik, tiga tahun lebih muda dariku.

Suatu ketika, untuk membeli sebuah sapu tangan yang mana semua gadis di
sekelilingku kelihatannya membawanya, Aku mencuri lima
puluh sen dari laci ayahku. Ayah segera menyadarinya. Beliau membuat
adikku dan aku berlutut di depan tembok, dengan sebuah tongkat bambu
di tangannya.


"Siapa yang mencuri uang itu?" Beliau bertanya. Aku
terpaku, terlalu
takut untuk berbicara. Ayah tidak mendengar siapa pun
mengaku, jadi
Beliau mengatakan, "Baiklah, kalau begitu, kalian
berdua layak dipukul!"
Dia mengangkat tongkat bambu itu tingi-tinggi.
Tiba-tiba, adikku
mencengkeram tangannya dan berkata, "Ayah, aku yang
melakukannya!"

Tongkat panjang itu menghantam punggung adikku
bertubi-tubi. Ayah begitu
marahnya sehingga ia terus menerus mencambukinya
sampai Beliau kehabisan
nafas. Sesudahnya, Beliau duduk di atas ranjang batu
bata kami dan
memarahi, "Kamu sudah belajar mencuri dari rumah
sekarang, hal memalukan
apa lagi yang akan kamu lakukan di masa mendatang? ...
Kamu layak
dipukul sampai mati! Kamu pencuri tidak tahu malu!"

Malam itu, ibu dan aku memeluk adikku dalam pelukan
kami. Tubuhnya penuh
dengan luka, tetapi ia tidak menitikkan air mata
setetes pun. Di
pertengahan malam itu, saya tiba-tiba mulai menangis
meraung-raung.
Adikku menutup mulutku dengan tangan kecilnya dan
berkata, "Kak, jangan
menangis lagi sekarang. Semuanya sudah terjadi."

Aku masih selalu membenci diriku karena tidak memiliki
cukup keberanian
untuk maju mengaku. Bertahun-tahun telah lewat, tapi
insiden tersebut
masih kelihatan seperti baru kemarin. Aku tidak pernah
akan lupa tampang
adikku ketika ia melindungiku. Waktu itu, adikku
berusia 8 tahun. Aku
berusia 11.

Ketika adikku berada pada tahun terakhirnya di SMP, ia
lulus untuk masuk
ke SMA di pusat kabupaten. Pada saat yang sama, saya
diterima untuk
masuk ke sebuah universitas propinsi. Malam itu, ayah
berjongkok di
halaman, menghisap rokok tembakaunya, bungkus demi
bungkus. Saya
mendengarnya memberengut, "Kedua anak kita memberikan
hasil yang begitu
baik...hasil yang begitu baik..." Ibu mengusap air
matanya yang mengalir
dan menghela nafas, "Apa gunanya? Bagaimana mungkin
kita bisa membiayai
keduanya sekaligus?"

Saat itu juga, adikku berjalan keluar ke hadapan ayah
dan berkata,
"Ayah, saya tidak mau melanjutkan sekolah lagi, telah
cukup membaca
banyak buku." Ayah mengayunkan tangannya dan memukul
adikku pada
wajahnya. "Mengapa kau mempunyai jiwa yang begitu
keparat lemahnya?
Bahkan jika berarti saya mesti mengemis di jalanan
saya akan
menyekolahkan kamu berdua sampai selesai!" Dan begitu
kemudian ia
mengetuk setiap rumah di dusun itu untuk meminjam
uang. Aku menjulurkan
tanganku selembut yang aku bisa ke muka adikku yang
membengkak, dan
berkata, "Seorang anak laki-laki harus meneruskan
sekolahnya; kalau
tidak ia tidak akan pernah meninggalkan jurang
kemiskinan ini." Aku,
sebaliknya, telah memutuskan untuk tidak lagi
meneruskan ke universitas.

Siapa sangka keesokan harinya, sebelum subuh datang,
adikku meninggalkan
rumah dengan beberapa helai pakaian lusuh dan sedikit
kacang yang sudah
mengering. Dia menyelinap ke samping ranjangku dan
meninggalkan secarik
kertas di atas bantalku: "Kak, masuk ke universitas
tidaklah mudah. Saya
akan pergi mencari kerja dan mengirimu uang."

Aku memegang kertas tersebut di atas tempat tidurku,
dan menangis dengan
air mata bercucuran sampai suaraku hilang. Tahun itu,
adikku berusia 17
tahun. Aku 20.

Dengan uang yang ayahku pinjam dari seluruh dusun, dan
uang yang adikku
hasilkan dari mengangkut semen pada punggungnya di
lokasi konstruksi,
aku akhirnya sampai ke tahun ketiga (di universitas).
Suatu hari, aku
sedang belajar di kamarku, ketika teman sekamarku
masuk dan
memberitahukan, "Ada seorang penduduk dusun menunggumu
di luar sana!"

Mengapa ada seorang penduduk dusun mencariku? Aku
berjalan keluar, dan
melihat adikku dari jauh, seluruh badannya kotor
tertutup debu semen dan
pasir. Aku menanyakannya, "Mengapa kamu tidak bilang
pada teman
sekamarku kamu adalah adikku?" Dia menjawab,
tersenyum, "Lihat bagaimana
penampilanku. Apa yang akan mereka pikir jika mereka
tahu saya adalah
adikmu? Apa mereka tidak akan menertawakanmu?"

Aku merasa terenyuh, dan air mata memenuhi mataku. Aku
menyapu debu-debu
dari adikku semuanya, dan tersekat-sekat dalam
kata-kataku, "Aku tidak
perduli omongan siapa pun! Kamu adalah adikku apa pun
juga! Kamu adalah
adikku bagaimana pun penampilanmu..."

Dari sakunya, ia mengeluarkan sebuah jepit rambut
berbentuk kupu-kupu.
Ia memakaikannya kepadaku, dan terus menjelaskan,
"Saya melihat semua
gadis kota memakainya. Jadi saya pikir kamu juga harus
memiliki satu."
Aku tidak dapat menahan diri lebih lama lagi. Aku
menarik adikku ke
dalam pelukanku dan menangis dan menangis. Tahun itu,
ia berusia 20. Aku 23.

Kali pertama aku membawa pacarku ke rumah, kaca
jendela yang pecah telah
diganti, dan kelihatan bersih di mana-mana. Setelah
pacarku pulang, aku
menari seperti gadis kecil di depan ibuku. "Bu, ibu
tidak perlu
menghabiskan begitu banyak waktu untuk membersihkan
rumah kita!" Tetapi
katanya, sambil tersenyum, "Itu adalah adikmu yang
pulang awal untuk
membersihkan rumah ini. Tidakkah kamu melihat luka
pada tangannya? Ia
terluka ketika memasang kaca jendela baru itu.."

Aku masuk ke dalam ruangan kecil adikku. Melihat
mukanya yang kurus,
seratus jarum terasa menusukku. Aku mengoleskan
sedikit saleb pada
lukanya dan mebalut lukanya. "Apakah itu sakit?" Aku
menanyakannya.
"Tidak, tidak sakit. Kamu tahu, ketika saya bekerja di
lokasi
konstruksi, batu-batu berjatuhan pada kakiku setiap
waktu. Bahkan itu
tidak menghentikanku bekerja dan..." Ditengah kalimat
itu ia berhenti.
Aku membalikkan tubuhku memunggunginya, dan air mata
mengalir deras
turun ke wajahku. Tahun itu, adikku 23. Aku berusia
26.

Ketika aku menikah, aku tinggal di kota. Banyak kali
suamiku dan aku
mengundang orang tuaku untuk datang dan tinggal
bersama kami, tetapi
mereka tidak pernah mau. Mereka mengatakan, sekali
meninggalkan dusun,
mereka tidak akan tahu harus mengerjakan apa. Adikku
tidak setuju juga,
mengatakan, "Kak, jagalah mertuamu aja. Saya akan
menjaga ibu dan ayah
di sini."

Suamiku menjadi direktur pabriknya. Kami menginginkan
adikku mendapatkan
pekerjaan sebagai manajer pada departemen
pemeliharaan. Tetapi adikku
menolak tawaran tersebut. Ia bersikeras memulai
bekerja sebagai pekerja
reparasi.

Suatu hari, adikku diatas sebuah tangga untuk
memperbaiki sebuah kabel,
ketika ia mendapat sengatan listrik, dan masuk rumah
sakit. Suamiku dan
aku pergi menjenguknya. Melihat gips putih pada
kakinya, saya
menggerutu, "Mengapa kamu menolak menjadi manajer?
Manajer tidak akan
pernah harus melakukan sesuatu yang berbahaya seperti
ini. Lihat kamu
sekarang, luka yang begitu serius. Mengapa kamu tidak
mau mendengar kami
sebelumnya?"

Dengan tampang yang serius pada wajahnya, ia membela
keputusannya.
"Pikirkan kakak ipar--ia baru saja jadi direktur, dan
saya hampir tidak
berpendidikan. Jika saya menjadi manajer seperti itu,
berita seperti apa
yang akan dikirimkan?"

Mata suamiku dipenuhi air mata, dan kemudian keluar
kata-kataku yang
sepatah-sepatah: "Tapi kamu kurang pendidikan juga
karena aku!"

"Mengapa membicarakan masa lalu?" Adikku menggenggam
tanganku. Tahun
itu, ia berusia 26 dan aku 29.

Adikku kemudian berusia 30 ketika ia menikahi seorang
gadis petani dari
dusun itu. Dalam acara pernikahannya, pembawa acara
perayaan itu
bertanya kepadanya, "Siapa yang paling kamu hormati
dan kasihi?" Tanpa
bahkan berpikir ia menjawab, "Kakakku."

Ia melanjutkan dengan menceritakan kembali sebuah
kisah yang bahkan
tidak dapat kuingat. "Ketika saya pergi sekolah SD, ia
berada pada dusun
yang berbeda. Setiap hari kakakku dan saya berjalan
selama dua jam untuk
pergi ke sekolah dan pulang ke rumah. Suatu hari, Saya
kehilangan satu
dari sarung tanganku. Kakakku memberikan satu dari
kepunyaannya. Ia
hanya memakai satu saja dan berjalan sejauh itu.
Ketika kami tiba di
rumah, tangannya begitu gemetaran karena cuaca yang
begitu dingin sampai
ia tidak dapat memegang sumpitnya. Sejak hari itu,
saya bersumpah,
selama saya masih hidup, saya akan menjaga kakakku dan
baik kepadanya."

Tepuk tangan membanjiri ruangan itu. Semua tamu
memalingkan perhatiannya
kepadaku.

Kata-kata begitu susah kuucapkan keluar bibirku,
"Dalam hidupku, orang
yang paling aku berterima kasih adalah adikku." Dan
dalam kesempatan
yang paling berbahagia ini, di depan kerumunan
perayaan ini, air mata
bercucuran turun dari wajahku seperti sungai.




Diterjemahkan dari : "I cried for my brother six
times"